Rivalitas Politik Lokal

8/29/2017


Ilustrasi dari Google
Perjalanan sistem politik Indonesia memasuki babak baru setelah disahkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Produk  hukum  ini merupakan putusan untuk melegitimasi secara tegas posisi calon perseorangan dapat melenggang  dalam perhelatan pemilihan  kepala  daerah (gubemur, walikota,  dan bupati) tanpa melalui jalur partai politik. Putusan tersebut merupakan langkah maju dalam pelembagaan demokrasi, baik secara nasional maupun lokal. Perkembangan wacana calon perseorangan dalam rekrutmen pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah merupakan tuntutan dari dialektika sejarah perpolitikan nasional. Secara historis, sistem kepolitikan bangsa Indonesia hingga dewasa ini telah berkali-kali mengalami perubahan, mulai dari Orde Lama hingga Reformasi. Hal ini sejalan dengan tesis Huntington bahwa demokratisasi Indonesia ibarat gelombang yang pasang, surut, lalu bergulung-gulung kemudian memuncak  lagi.

Dalam konteks Pemilukada, pergantian pemimpin tingkat lokal ini bukanlah semata-mata pergantian penguasa (circulates des elites), melainkan merupakan fase baru untuk menata sistern kemasyarakatan dan pemerintahan yang good governance dan clean governance. Dengan demikian, fenomena yang menarik diteliti dalam perspektif sosiologi kekuasaan pada Pemilukada dewasa ini yaitu terjadinya perubahan sistem pemilihan (electoral reform) yang diasumsikan  akan berimplikasi pada tampilnya pasangan calon perseorangan yang mumpuni. Kehadiran  regulasi ini memang  telah melahirkan  kontestan  calon perseorangan, namun  kehadiran kontestan melalui  jalur perseorangan tampaknya belum menuai hasil yang signifikan. Pasalnya, sebagian besar  kontestan  jalur peseorangan  di beberapa wilayah pemilihan, termasuk Pemilukada di Sulawesi Tenggara sampai saat  ini belum ada yang memenangkan perebutan kursi nomor wahid tersebut. Pasangan calon perseorangan secara signifikan gagal mendapatkan suara terbanyak dari pemilih termasuk kegagalan calon perseorangan pada pemilihan Walikota  Kendari tahun2012.

Selengkapnya dapat dibaca dalam Jurnal Sosiologi Dialektika Kontemporer, PPs Universitas Negeri Makassar, Volume 1 Nomor 1 Edisi Januar-Juni 2013 berikut ini.

» Terima kasih telah membaca: Rivalitas Politik Lokal
Sebarkan Melalui:

0 Response to "Rivalitas Politik Lokal"

Post a Comment